Pages

Jumat, 18 Februari 2011

[R]EVOLUSI HIJAU


Bumi adalah rumah kita. Semua keperluan dan kebutuhan kita untuk hidup telah disediakan oleh Bumi kita tercinta. Dimulai dari hal seperti baju yang kita pakai setiap hari, segala makanan yang kita konsumsi, air yang selalu kita butuhkan, hingga hal yang sangat vital bagi kita untuk hidup seperti udara yang kita hirup setiap detiknya.

Sayangnya semua yang tersedia di Bumi juga memiliki keterbatasan, yang suatu saat jika kita tidak mengolah, menjaga, melindungi.. akan rusak, hilang, bahkan punah. Pakaian  yang kita pakai mungkin akan langka jika kita tidak menjaga tanah kita untuk menumbuhkan pohon kapas yang menjadi bahannya. Segala makanan yang kita butuhkan tiap saat, akan lenyap jika jika tidak mengolah dengan baik tumbuh – tumbuhan, ikan, dan hewan lainnya untuk bisa hidup dan berkembang biak. Serta Air bersih yang kita butuhkan untuk badan kita yang terdiri dari 73% air ini akan langka jika kita tidak tau bagaimana cara menghemat ketersediaanya. Bahkan sesak akan terasa oleh kita jika udara disekitar kita ini terpolusi oleh aktivitas kita sendiri.

Semua memang tidak terlihat terbatas saat ini, tapi ketahuilah semua itu akan sedikit demi sedikt berangsur berkurang keberadaannya. 

Lantas siapa yang bertanggung jawab menjaga  semua hal ini? Ya, manusia. Seluruh manusia yang hidup di dunia ini. Yang bertanggung jawab untuk melestarikan semua kekayaan yang ada di bumi ini untuk tetap ada. Semua orang harus mulai menyadari, merasakan memiliki kepentingan untuk mulai bertindak menyelamatkan apa yang manusia punya. Termasuk diri kita. Kita juga harus bertindak menjaga bumi kita, setidaknya dengan hal – hal yang sepele yang biasa kita lakukan. Dimulai dari kebiasaan – kebiasaan kecil dalam kehidupan kita.

Bukan evolusi penghijauan bumi lagi yang kita akan lakukan, namun revolusi. Kenapa? Karena perubahan diri kita yang dimulai dari sekarang, dari saat ini, yang akan mengubah masa depan kita menjadi lebih baik untuk diri kita sendiri.

Lakukanlah [R]evolusi hijau sekarang.

Begitukah cara mencintai? ( Belia Muda )

Hari ini, dalam perjalananku ke suatu tempat, aku berkendaraan dengan angkutan umum salah satu jurusan di Bandung. Saat itu hujan, kurapihkan payungku yang terbuka lebar agar dapat dilipat dan kubawa masuk naik angkot.

Saat kududuk, aku terbiasa memperhatikan keadaan di dalam angkot tersebut, Entah kenapa.  Terdapat seorang ibu dan anak perempuan remajanya di depanku menatap ke arah depan kaca mobil di hadapan supir. Penglihatanku terdiam beberapa detik pada dua sosok pasangan remaja muda, si lelaki merangkul pundak si gadis sembari memilin – milin rambut si gadis. Si gadispun tengah bersandar di bahu lelaki layaknya seorang yang nyaman berbaring dalam sebuah bantal empuk. Hanya sekelibat kulihat, dan mataku tertuju mencari arah lain yang lebih baik kupandang. Saat itu aku hanya duduk snediri pada barisan kiran tempat duduk di angkot.

Selagi mataku mencari pengalihan lain, senda gurau mereka menghampiri telingaku, percakapannya pun tak begitu jelas kudengar, ah.. untuk apa pula aku mendengar. Namun sungguh tak nyaman diri ini, walau tak kulihat langsung sendiri gerak gerik mereka, yang kutau setelah beberapa menit berlalu kubawa keingintahuanku dan menjatuhkan pilihan untuk sekali seper - sekian detik untuk menatap mereka lagi.

Yang kulihat malah si lelaki sedang menempelkan hidungnya ke pipi si gadis dan kemudian tertawa – tawa kecil untuk menghentikan mimik cemberut si gadis, dan si gadis? Yang tadinya cemberut, menjadi tersenyum malu dan menambah mimic sebalnya sambil memanyunkan beberapa mili meter bibirnya yang mungil. Masih dalam kondisi yang sama, masih dalam rangkulan si lelaki, si gadis mengeluarkan kata tak jelas dan tak berarti dari mulutnya (namun kuartikan ada kesenangan terselip dari manyun bibirnya).

Menyesal, ku lihat ini semua. Sungguh heran, dan terganggu diriku atas sikap mereka. Siapa mereka? Dari mana asal mereka? Kenal pun aku tidak. Namun sungguh kusayangkan, dilihat dari postur dan garis muka mereka, tampak hanya dua orang anak remaja yang masih sangat muda. Yang kukesalkan, untuk apa mereka melakukan semua sikap itu di depan umum? Ya, kemesraan, itu yang terlihat. Sangat mesra dan intim. Sangat disayangkan, muda belia seperti itu, memiliki kelakuan seperti itu. Bermesraan di fasilitas umum, apa yang mereka pikirkan? Apa mereka tidak merasa, bahwa kami, aku, ibu – ibu itu beserta anaknya merasa terganggu? Sehingga kami terkadang menatap sekilas memberikan gambaran muka tak mengenakkan pada mereka. Entah mereka tahu atau tidak.

“Cinta, Cinta itu buta.” Itu yang dikatakan temanku saat aku ceritakan kisah ini padanya. Betapa bodohnya si gadis mau merelakan dan menyerahkan penggambaran image dia sebagai perempuan dengan keadaannya yang seperti itu, untuk dinilai olehku sebagai hal yang negatif. Bukankah seharusnya ia tahu cara bersikap dan menjaga dirinya agar tetap dinilai terpuji oleh setiap orang? Betapa naifnya lelaki itu, mengartikan kasih sayang yang dalam benaknya indah dan berwarna  warni, namun kenyataannya dia sama sekali sedang tidak melindungi gadis yang ia puja.

Indah bagi mereka, namun yang kulihat hanyalah seorang lelaki yang tengah mendapat kesempatan untuk membuktikan desiran nafsunya dengan menggunakan keindahan bahasa cinta pada keluguan si gadis. Dan yang kulihat adalah keluguan si gadis mengartikan kasih sayang sang lelaki dengan menawarkan naluri keperempuanannya untuk merasakan manja dan belaian lelaki yang ia artikan itu cinta. Ah, betapa polosnya mereka mengartikan cinta. Cinta yang indah di benak mereka, yang mereka ekspresikan dalam perbuatan – perbuatan yang tak menganal batas waktu dan tempat manapun.

“Biarlah mereka begitu, mungkin mereka memang telah mengikat janji setia dalam ikatan pernikahan..” Bicaraku dalam hati. Ya mungkin, walaupun begitu, aku masih tak paham soal alasan sikap dan perbuatan mereka tunjukkan dalam tempat umum itu. Yang jelas aku masih miris dan tidak membenarkan jika memang cinta terungkap dengan keadaan seperti mereka. Sangat tak kuhargai sikap mereka.